Jumat, 04 Agustus 2017

[KATANYA CERITA PENDEK] – Saksi Bisu

Pria berkemeja hitam itu melirik arloji di tangan kirinya. Jari telunjuk kanannya mengetuk meja kayu di hadapannya berulang kali. Kakinya yang dibalut celana jin biru tua bergerak naik-turun seiring gerakan jari telunjuknya.

Pria itu menyesap sedikit dari secangkir espresso di hadapannya. Kemudian ia meraih handphonenya. Tampak ibu jari kanannya bergerak naik-turun di layar handphonenya kemudian menyentuh layarnya sekali setelah dirasa menemukan apa yang dicarinya. Ia meletakkan handphonenya di telinga sebelah kanan.

“Kamu di mana?” tanyanya setelah mendapat sambutan ‘halo’ dari seberang telepon.

“Mau aku pesenin minum, nggak?” tanyanya lagi.

“Oke, hati-hati.” Pria itu mendesah dan meletakkan handphonenya kembali di atas meja.

Lima menit kemudian pintu terbuka.

“Selamat datang,” sapa semua barista menyambut seorang perempuan berbalut kaus lengan panjang berwarna merah muda dan celana kulot di bawah lutut berwarna hitam yang baru memasuki kedai kopi.

Perempuan itu melempar senyum sekilas kepada para barista dan ia segera menghampiri meja pria berkemeja hitam yang menatapnya sambil tersenyum.

“Mau ngomong apa?” tanya perempuan itu tanpa basa-basi setelah memastikan dirinya duduk dengan tepat dan nyaman di kursi kayu yang berhadapan dengan pria itu.

Pria itu menghela nafasnya.

“Kamu nggak mau pesen apa dulu gitu?” tanyanya.

“Kamu tau aku nggak bisa minum kopi,” jawab perempuan itu singkat sambil tersenyum miring.

“Di sini, kan, ada menu lain selain kopi. Coklat? Aku pesenin coklat, ya?”

“Terserah kamu,” tandas perempuan itu.

Pria itu segera bergegas ke meja barista dan tak lama kemudian kembali dengan membawa secangkir coklat.

“Panas?” tanya perempuan itu ketika melihat uap yang mengepul dari secangkir coklat itu.

“Lagi hujan soalnya, biar anget.”

“Mau ngomong apa?” Perempuan itu mengulang pertanyaannya tadi sambil menyesap coklat panasnya.

Pria itu tampak berpikir mau mulai bicara dari mana.

“Mau ngomong apa?” Perempuan itu mengulang pertanyaannya lagi dengan nada tidak sabar.

“Maaf,” ucap pria itu akhirnya dengan tidak menatap perempuan itu.

Perempuan itu menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya. Namun pria itu tak kunjung melanjutkan kalimatnya.

“Udah?” tanya perempuan itu sambil menaikkan sebelah alisnya.

Pria itu menatap perempuan di hadapannya. Ia melihat raut wajah yang tidak bisa dijelaskan dari perempuan itu. Kemudian ia melempar pandangannya ke satu sisi dinding kedai.

Coffee doesn’t ask silly questions. Coffee understands.

Pria itu menyesap espresso di hadapannya yang masih tersisa sedikit. Ia menghela nafasnya. Ia benar-benar harus menurunkan gengsinya di hadapan perempuan itu.

“Maaf karena aku terlalu sibuk kerja. Maaf karena aku akhir-akhir ini nggak pernah ngasih kabar kamu, cuma ngeread chat kamu, nggak pernah ngangkat telepon kamu. Maaf karena aku lupa dateng ke ulang tahun kamu.”

Perempuan itu asyik menyesap coklatnya, tidak tampak berniat untuk menjawab. Ia masih menunggu kelanjutan kalimat pria itu.

Please, Vin. Masa cuma karena aku lupa ulang tahun kamu terus kita putus?” Pria itu tampak gusar. “Kamu ngertiin aku, lah. Kerjaanku banyak. Kamu tahu sendiri, kan, kayak apa sibuknya akuntan di akhir dan awal bulan, aku harus bikin banyak—”

“Jadi kamu pikir selama ini aku nggak ngertiin kamu?” Perempuan itu menyela ucapan pria itu dengan santai namun dengan tatapan yang tajam.

“Bukan gitu, Vin,” Pria itu tampak menahan suaranya supaya tidak meraih perhatian pengunjung kedai yang lain.

“Nggak masalah kalau emang aku berharap kamu inget ulang tahunku dengan sendirinya. Nggak masalah, Van. Tapi aku udah ngingetin kamu setiap hari dari satu bulan sebelumnya. Bahkan aku ngasih undangan ke kamu. Aku nggak berharap kamu ngasih kejutan kayak biasanya. Aku cuma pengen kamu dateng. Udah.”

Perempuan itu tampak menahan agar air matanya tidak terjatuh.

“Aku tahu gimana sibuknya akuntan di akhir dan awal bulan. Tapi ulang tahunku bukan di akhir atau awal bulan. Bahkan aku sengaja ngerayainnya nggak pas harinya, sengaja aku undur karena aku pengen kamu dateng.”

“Vinda, aku minta maaf—”

“Ada lagi yang mau diomongin? Kalau enggak, aku pulang.” Perempuan yang bernama Vinda itu memundurkan kursinya.

“Vinda,” ucap pria itu sambil menahan tangan Vinda untuk pergi.

Vinda melepaskan tangannya dari pria itu.

“Makasih untuk tiga tahunnya, Evan,” ucap Vinda sambil tersenyum. Kemudian ia melangkahkan kakinya ke kasir.

“Kamu udah selesai? Bisa anter aku pulang?” tanya Vinda.

Aku mengangguk dan tersenyum.

“Emang yang selalu ada akan ngalahin siapa pun walaupun katanya sayang. Jangan tiba-tiba hilang ya, Damar,” ucap Vinda sambil menggandeng tanganku.








Yogyakarta,
4 Agustus 2017

Minggu, 22 Januari 2017

[KATANYA REVIEW] — Etude Drawing Eye Brow

Halo, selamat datang di blog yang berisi katanya Dev. Di sini kamu akan membaca apa-apa aja yang katanya Dev kayak gitu pokoknya, nggak tau kalo kata orang lain. Silakan membaca kalo kamu mau tau apa katanya Dev, kalo nggak mau tau juga nggak papa. Kalo udah baca, jangan lupa tinggalin jejak ya ;)

Pada kesempatan kali ini, katanya Dev mau me-review sebuah pensil alis dengan nama Etude Drawing Eye Brow dengan shade dark brown. Dev nggak berniat jadi beauty blogger btw. Katanya Dev iseng aja soalnya nggak tau mau nulis apa. Haha.

Katanya Dev beli pensil alis ini via online. Sebelumnya Dev udah punya pensil alis, (iseng aja belinya, bakal direview juga, kok, entah kapan hehehe) tapi karena belom ahli ngalis (sampe sekarang juga belom jadi ahli peralisan, sih) dan katanya Dev itu emang pensil alis yang harganya cuma setengah dari uang jajannya dia jadi rasanya nggak sreg sama pensil alis yang itu. Oleh karena itu, maka Dev beli pensil alis dari Etude ini. Dev belinya di mataharimall.com (nggak diendorse kok ini) nama tokonya lupa deh. Harganya tiga puluh ribuan deh kalo nggak salah inget. Duh banyak lupanya, yak, hehehehe.
Tiga hari setelah order dan bayar, akhirnya dia sampai ke tangan Dev.

Bentukannya lonjong panjang tapi kecil warnanya ya coklat tua. Nah, dia punya dua sisi gitu, ada tulisannya, kok. Sisi sebelah kiri itu pensilnya. Sisi sebelah kanan itu brushnya. Bahagia banget si Dev katanya dapet eyebrow brush haha.
Buat ngeluarin pensilnya tinggal diputer aja, dia nggak perlu (nggak bisa juga, sih) diraut. Bentuknya pipih gitu terus ujungnya miring. Katanya Dev itu membantu banget, sih. Cocok lah buat pemula dalam dunia peralisan kayak Dev waktu itu. Bisa disesuaiin banget sama keadaan alis kamu. Warnanya juga pas sama kulit Indonesia. Soalnya temen-temennya Dev aja nggak tau kalo setiap hari Dev itu ngalis. Nyatu banget soalnya sama alis aslinya.

Oh ya, btw, Dev nggak pernah bentuk alis ala-ala artis FTV Ind****r gitu yang bener-bener keliatan dibentuk terus tebel terus pangkalnya bentuk kotak gitu. Bayangin aja, orang miskin, di rumah doang, alisnya se-on-point itu. Lebay banget. Dev kalo bikin alis selalu ngikutin bentuk alis aslinya, ya paling kalo dilebihin dikit doang, nggak lebay, pangkalnya juga nggak pernah kotak :v

Katanya Dev pake pensil alis ini udah sekitar enam bulanan. Dev mau re-purchase sih rencananya. Sebenernya masih panjang tuh pensilnya, dipake buat enam bulan lagi juga masih lebih kayaknya. Tapi sayangnya patah bcs Devnya ceroboh banget haha. Jadi ceritanya ada dua versi, lupa yang bener yang mana wkwkwkwk.
Versi pertama ceritanya waktu itu mau ngampus terus agak telat gitu jadi hectic parah. Terus masih sempet-sempetnya niat ngalis. Diputer lah tuh pensil, nggak diliatin, nggak tau matanya liat ke mana dah, alhasil kepanjangan keluarnya. Terus ya berhubung lagi hectic, pas lagi muter buat nurunin pensilnya eh jatoh. Patah deh. Abis itu makin hectic. GUA NGALIS PAKE APA DONG??? Gitu.
Versi kedua ceritanya Dev iseng mau ngeliat masih seberapa panjang itu pensil alis. Pagi-pagi juga itu, mau ngampus, tapi nggak merasa telat deh. Nah ternyata masih lumayan panjang. Terus begonya Dev ditaroh gitu aja, nggak dimasukin lagi itu pensil. Terus ya karena tempat buat make up-annya sempit, dan posisi pensilnya nggak bener, pas mau ngambil apa gitu pensilnya kesenggol, jatoh. Patah deh. Terus jadi hectic. GUA NGALIS PAKE APA DONG??? Gitu.
Berhubung waktu itu nggak ada duit banyak, (maklum anak rantau) jadi ya nggak langsung beli baru. Katanya Dev berusaha keras untuk tetep bisa make ini pensil tertjintah. Dan bisa. Tapi cuma beberapa hari. Abis itu nggak mau keluar lagi dia, kayaknya masukinnya kedaleman. Makanya kalo masukin jangan kedaleman, ntar nggak mau keluar. APAAN DEV, APAAN?! Hehehehe.
Untung masih punya pensil alis yang dulu itu, jadi pake itu lagi deh. Awalnya takut ketebelan, tapi ternyata nggak juga, udah kebiasaan kali ya. Haha.

Jadi katanya Dev, Dev sukak banget sama pensil alis ini. Cocok banget sama Dev. Nggak tau ya kalo sama yang lain. Setiap hal kan pasti ada lebih ada kurangnya, Dev. Iya. Ada, kok, kurangnya, tapi buat Dev nggak gitu masalah sih. Katanya Dev kurangnya ya itu, gampang patah kalo nggak hati-hati, kan nggak bisa diraut, jadi ya kalo patah ya udah, the end. Selain itu kan awalnya pensilnya miring gitu kan bentuknya, enak banget buat ngalis, tapi lama-lama dia jadi lurus kalo nggak melengkung gitu. Ya ini sih tergantung yang make, sih, haha. Terus yang terakhir katanya Dev tutupnya agak nyebelin. Gampang kendor gitu. Apalagi di Dev yang kendor tuh bagian brushnya. Alhasil itu brush jadi gampang banget kotor.

Segitu aja, sih, dari Dev. Maaf nggak ngasih foto hasil ngalisnya, kan Dev bukan beauty blogger hehehehe.

Maaf kalo ada kata-kata atau hal-hal yang kiranya kurang berkenan atau tidak seperti apa yang kamu harapkan. Kan udah dibilang ini katanya Dev. Kalo ada yang mau disampaikan silakan, comment aja, pasti Dev baca, kalo sempet dan perlu pasti Dev bales. Hehe. Terimakasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalin jejak ;)